Sabtu, 26 Juli 2014

My First Pos

Hallo para blogger perkenalkan saya blogger baru. Saya ingin memposting cerpen saya semoga kalian menyukainya.......




DIARY BUNDA

#CHAPTER 1 : DREAM ABOUT MOM

Matahari pagi segera memulai tugasnya, menyinari dunia dengan cahyanya. Bila ku lihat matahari itu aku serasa melihat Bunda. Bagiku Bunda adalah matahari dalam hidupku, ia selalu menjaga, menghangatkan, dan menemaniku di setiap hela nafasku. Tapi sekarang sosok itu hanya ada dalam hati dan benakku. Karena Tuhan telah mengambil matahari itu.
  
Sebentar lagi aku bisa membuat bunda & ayah bangga karena 2 hari lagi aku bisa menyandang gelar dokter spesialis kanker yang akan diberikan oleh salah satu universitas ternama di Sydney, Australia.
 Aku sudah mempersiapkan semuanya, tiket untuk bunda dan juga keluargaku sudah aku kirim jauh-jauh hari, aku berharap di hari yang spesial ini aku bisa melewatkannya bersama bunda dan semua keluargaku terkecuali ayah. Ia sudah terlebih dahulu pergi meninggalkanku & bunda saat aku berumur 13 tahun karena kebakaran hebat yang terjadi di kantornya. Karena itu Bunda sekarang menjadi satu-satunya yang ada & selalu menjadi bagian dalam hidupku.
  

Hari ini 19 january dan sekarang aku mulai gelisah karena rombongan bunda dan keluarga belum juga datang untuk mengetuk pintu apartemenku. Seharusnya mereka datang 2 jam yang lalu namun sampai sekarang mereka belum juga datang. Pikiran buruk mulai menyambangi otakku, namun aku coba untuk tetap berfikir positif
“Barangkali jadwal keberangkatannya delay” gumamku mencoba menenangan hatiku yang gundah.
Tanpa sadar aku pun mulai tertidur di atas sofa ruang tamu apartemenku. Saat terlelap dalam tidur samar-samar aku melihat sesosok bayang putih di depan pintu apartemanku, aku pun membuka mata dan meraih kacamata yang ada di sampingku, saat ku pakai kacamata itu aku terkejut bukan main ternyata itu adalah Bunda. Seketika itu juga aku melompat dari sofa dan ku peluk Bunda se erat-eratnya, namun saat itu aku merasa ada yang ganjil pada Bunda tubuhnya sangat dingin, wajahnya pucat namun bersinar dan gaya berpakaian Bunda pun berbeda saat itu ia memakai baju berwarna hitam, padahal setahu ku Bunda tak suka warna hitam.
“Bunda, aku kangen banget tau sama Bunda, kenapa sih Bunda datengnya telat, trus saudara yang lain mana?” tanyaku penasaran
Bunda tak menjawab pertanyaanku, ia hanya tersenyum dan menuntunku untuk duduk bersamanya di sofa.
“Melody, Bunda kemari hanya ingin melihatmu untuk terakhir kalinya sebelum Bunda pergi”.
Aku ingin bertanya tentang maksud Bunda namun ia mencegahku.
“Kamu pasti tidak mengerti maksud Bunda?”.
Aku hanya mengangguk.
“Sebentar lagi kamu pasti akan tahu maksud Bunda”.
Dan seketika itu pula semua menjadi gelap, dalam gelap aku mendengar Renai memanggilku (Renai adalah tetangga apartemenku & juga teman satu kampusku, ia juga orang Indonesia), saat ku buka mata aku hanya melihat Renai seorang tanpa ada Bunda disana.
“Bundaaaaa . . . . . ternyata Cuma mimpi” teriakku.
“Melody kau kenapa??” tanya Renai cemas.
“Aku tak apa, oh ya apa yang kau lakukan disini?”.
“Kau ini bagaimana hari ini kan kita wisuda. Lihat jam itu kita sudah hampir telat” katanya sambil menunjuk jam yang ada di atas televisiku.
“Astaga sudah jam 6.30 am” teriakku panik
“Sudah cepat bersiaplah aku tunggu di luar” kata Renai sambil berjalan menuju pintu.
Aku pun segera bergegas ke kamar mandi untuk mandi, dan sekitar 10 menit kemudian aku dan Renai pun berangkat menuju tempat wisuda.
  
Sampailah kita di tempat wisuda, saat itu acara pun sudah dimulai dan kami mendapat bangku yang paling belakang. Kami mengikuti semua acara dengan tertib dan tanpa kendala. Tibalah saatnya kami diwisuda, harusnya saat itu ada senyum mengembang dari bibirku namun saat acara wisuda telah selesai hanya raut wajah cemas yang terlukis di wajahku.
  
Aku hanya bisa diam dan tertunduk lesu di atas balkon sekolahku, aku hanya bisa memandang jauh indahnya kota Sydney, tanpa mampu menikmatinya. Hembusan angin, kicauan burung, dan suara music dansa di aula kampusku yang membuatku sendu. Biasanya balkon ini adalah tempatku menghilangkan sedih & gundah, namun tak seperti biasanya kali ini ada rasa yang sangat mengganjal dihatiku, sedih, kecewa, & gundah tak hilang meski aku sudah berdiri di sini selama 1 jam lamanya.
Tanpa ku sadari hari menjelang petang dan aku masih disini, di atas balkon ini sendiri ditemani sepi & sunyi. Sampai pada akhirnya ku putuskan untuk beranjak dari tempatku berdiri dan kembali ke apartemen. Aku berjalan perlahan menuruni satu per satu anak tangga itu, saat melewati gedung serbaguna aku melihat sesosok bayangan laki-laki sedang meringkuk kesakitan di depan pintu, karena penasaran aku pun mencoba mendekatinya perlahan ku pegang pundaknya dan dia pun menoleh dengan bibir dan hidung berdarah serta mata yang lebam.
Are you okay?” tanyaku seraya membantunya berdiri.
Ya. I’am okay.”
“Tapi hidungmu berdarah & matamu lebam, ayo aku bantu”.
Lalu aku menuntunnya perlahan menuju kursi panjang yang ada di halaman kampus. Dengan segera aku mengambil kapas & antiseptik untuk mengobati lukanya, sesekali ia merintih kesakitan karena menahan perih.
Are you Indonesian people?” tanyanya
Yes, why?”
“Kalau begitu benar kata teman-temanku, kalau orang indonesia itu baik & juga ramah”.
Oh thank you”.
You’re welcome”.
“Oh ya kita belom berkenalan namaku Melodyana Bintang Putri Permata panggil saja Melody, kalau kamu?”.
“Kalau aku Dio, George Dio Stevianus”.
  

Semenjak hari itu aku dan Dio semakin akrab, kita sering hang out bareng, telpon-telponan, smsan dll. Kita sudah seperti sahabat sejati.Sampai pada hari itu semua berubah, dering telfon membuat semua menjadi kelam.

#CHAPTER 2 : LOVE IN SAD

Beberapa hari lagi Bunda berulang tahun pas banget saat itu aku sedang jalan-jalan sembari mencari kado yang cocok untuk Bunda bersama Dio di pusat kota Sydney. Akhirnya aku menemukan tempat yang cocok untuk kado Bunda, sebuah toko perhiasan. Aku dan Dio masuk kedam toko itu dan disambut baik oleh pelayan toko.
May i help you?”.
Yeah. Hhmm . . . i looking some white gold choker, are you have?
Of course. On here.” Ujar sang pelayan dan menunutunku ke sebuah etalase kaca yang penuh dengan kalung emas putih.
Aku melihat-lihat semua kalung emas putih itu dan pilihanku tertuju pada sebuah kalung berliontin love dan ditengah liontin itu terdapat huruf M, ya inisial dari namaku.
Where you want miss?”.
I want a that” ujarku seraya menunjuk kalung itu.
Okay. Wait a minute”.
Beberapa saat kemudian aku mendatangi kasir dan membayar liontin itu. Dalam hati aku sudah membayangkan ekspresi Bunda ketika melihat liontin itu. Saat aku dan Dio akan meninggalkan toko itu, handphoneku berdering beberapa kali ku ambil handphoneku dari dalam tas dan melihat siapa yang menelfonku ternyata Mbak Sumi pembantuku di Indonesia.
Kuangkat telfon itu belom sempat ku berbicara Sumi sudah membuatku tercengang.
“Halo mbak Melody, ini Sumi mbak. Anu.... Ibu mbak Ibu”.
“Iya Mbak. Bunda kenapa?”.
“Ibu penyakitnya kambuh mbak, sekarang sedang sakit keras”.
Tubuhku serasa lemas, hatiku hancur ketika mendengar berita itu. Tanganku pun tak mampu memegang kuat handphone itu, butiran-butiran airmata mulai memenuhi pelupuk kedua mataku dan airmata pertama pun jatuh membasahi pipiku diiringi dengan rintik hujan yang mulai turun di kota Sydney. Emosiku mulai naik, aku berlari sekuat tenaga menuju apartemenku untuk mengemasi barang-barang dan segera pulang ke Indonesia, aku juga tak menghiraukan teriakan dari Dio yang berusaha mengejarku, seolah-olah bertanya apa yang terjadi denganku.
  
Sampai di apartemen, ku banting pintu dengan kuat. Aku tak perduli dengan semua orang yang terkejut atas kelakuanku, segera kuambil koper berwarna biru itu dan kumasukkan semua barang-barangku tak terkecuali hadiah untuk Bunda. Tak berapa lama Dio datang dan bertanya.
Whats happen?”katanya sambil berdiri diambang pintu.
My Mom very sick now, and i want a back to Indonesia tonight”.
“Melody. Are you sure” ujarnya seraya memegang kedua pundakku.
I’am sure”.
Oke, what can i do for you?”.
Can you driving?”.
Of Course”.
Do it now!!”.
Selama di dalam mobil tak ada yang kupikirkan kecuali Bunda, aku gag tahu gimana hidupku selanjutnya kalau tak ada Bunda. Ya Tuhan kenapa harus Bunda yang kau beri penyakit itu kenapa bukan aku.
  
Sampailah aku di bandara dan sangat tepat waktu karena pesawat menuju Indonesia akan take-off  20 menit lagi. Sembari menunggu aku dan Dio memesan coffee di salah satu restaurant disana, coffee pesanan yang di pesan oleh Dio tak ku sentuh sama sekali karena aku masih cemas akan keadaan Bunda.
“Melody, tenang lah Ibumu pasti baik-baik saja”.
“Tapi Dio aku sangat khawatir akan keadaannya”.
“Jika aku melakukan sesuatu untukmu, apa kau akan sedikit tenang?”.
“Apa itu?”.
Perlahan tapi pasti Dio beranjak dari duduknya dan mendekatiku ia lalu berlutut di hadapanku dan mengeluarkan sebuah benda yang ternyata adalah cincin. Ntah kenapa perasaanku sangat bahagia seolah semua bebanku telah terobati.
“Melody, will you be my girlfriend” ujarnya seraya menatap wajahku dengan penuh harap.
Aku terdiam sejenak dan aku menjawabnya.
Yes I will” kataku sambil mengambil cincin itu.
Sorak sorai dari pengunjung restaurant pun menambah bahagia hari itu, namun tak berapa lama terdengar pengumuman bahwa pesawat menuju Indonesia berangkat 5 menit lagi. Aku dan Dio segera berlari menuju tempat take-off, sebelum aku pergi Dio mencegahku.
Honey, be careful”.
Of Course, Dio”.


#CHAPTER 3 : MOM DIARY

Di dalam pesawat aku hanya melamun dan memandangi hadiah untuk Bunda, juga sesekali aku melihat ke luar jendela, awan cerah dan burung yang berterbangan dengan ceria tak membuatku bahagia. Penerbangan selama 10 jam pun tak kulalui dengan senyuman. Sampai di bandara Soekarno-Hatta aku begegas mencari taksi, selama perjalanan menju rumah aku hanya bisa mengangis memikirkan nasib Bunda. Tibalah aku di sebuah rumah dengan cat dinding berwarna putih dengan tanaman yang di tata begitu apik, ya itulah rumah masa kecilku disinilah aku dibesarkan dan dirawat oleh sebuah Matahari nan cantik bernama Bunda. Tanpa ba bi bu lagi aku segera masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Mbak Sum.
“Non, kapan non pulang?” kata Mbak Sumi penuh tanya.
“Udah ceritanya nanti aja, yang penting sekarang Bunda dimana?”.
“Ibu di kamar mbak nunggu mbak”.
Ku pegang gagang pintu itu, kubuka perlahan dan terlihatlah sosok matahariku yang sinarnya hampir meredup. Aku berjalan perlahan menghampiri Bunda dan aku pu duduk di pinggir kasur, Bunda yang mengetahuiku datang lalu menoleh kearahku.
“Melody, kamu sudah pulang nak. Bunda kangen sekali sama kamu.” Kata Bunda seraya menggembangkan senyumnya.
“Bun, bunda gag papa kan?, setelah dapet kabar dari Mbak Sumi aku langsung pergi ke Indonesia secepet mungkin”.
“Bunda gag papa kok.”kata bunda.
 “Bener nih Bun?”.
“Bener sayang, sudahlah sekarang kamu pergi ke kamar, mandi, makan lalu tidur”.
“Hhmm... iya deh Bun, eh Bun aku punya sesuatu deh buat Bunda, tapi Bunda tutup mata dulu”.
Dengan segera aku ambil kalung yang aku beli di Sydney waktu itu dan aku gantungkan di depan wajah Bunda.
“Suprise”.
Bunda membuka matanya dan berkata
“Wah cantik sekali, terima kasih ya sayang”.
“Aku pakekin ya Bun, wah Bunda cantik banget”.
“Makasih ya sayang”.
“Iya. Yaudah ya Bun aku mau ke kamar dulu”.

Di dalam kamar aku segera mandi dan membereskan barang-barangku, tak berapa lama handphoneku berbunyi dan ternyata dari Dio lalu kuangkat telfon itu.
“Halo, Dio”.
“Hai Melody, kau sudah sampai Indonesia?”.
“Iya aku sudah sampai”.
“Oh ya bagaimana keadaan Ibumu?”.
“Ibuku masih sakit, namun sudah hampir sembuh”.
“Oh”.
“Dio, sudah malam nih aku dah ngantuk”.
“Oh okay Good Night”.
“Good Night”.
  
Sang Fajar datang menyapa diriku, dengan ramahnya dia tersenyum padaku, sinarnya menghampiri diriku seolah berkata ‘Bangunlah Melody,bangun’.Namun aku masih saja berada di alam mimpi yang begitu indah, tapi pada akhirnya aku menyerah juga ku buka mataku dan mengumpulkan nyawa sebentar. Perlahan kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi, ku basuh wajahku dan membka mata.
“Ah..... segarnya” ujarku.
Setelah selesai mandi aku menyapa Bunda di kamar sambil membawa sarapan untuknya.
“Morning Bunda” kataku sembari tersenyum.
“Eh... Melody, pagi sayang” jawab Bunda yang sedang sibuk membuat rajutan sweter indah berwarna biru muda kesukaanku.
“Bun, nih aku bawain sarapan. Bunda makan ya.... Aku suapin”.
“Iya boleh sayang”.
Saat tengah menyuapi Bunda tiba-tiba Bunda bertanya sesuatu padaku.
“Nak, kalau seandainya hari ini Bunda pergi, kamu jangan sedih ya.....” kata Bunda seraya mengelus rambutku.
“Emang Bunda mau pergi kemana? Bunda kan lagi sakit” ujarku yang masih belum mengerti apa yang akan terjadi.
“Anakku, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi suatu hari nanti, jadi berjaga-jagalah mulai dari sekarang” kata Bunda sambil menerawang jauh ke arah jendela.
“Bunda ngomong apa sih, kok jadi nglantur gitu?!”.
Bunda tak menjawab pertanyaanku itu, ia hanya membuka sebuah laci tua yang ada di samping tempat lampu miliknya. Bunda meraih suatu benda, ternyata benda itu adalah sebuah buku.
“Melody, sebelum Bunda pergi Bunda ingin memberimu ini” sembari menyerahkan buku tersebut.
Aku pun mengambil buku tersebut dan mengamatinya, buku berwarna biru tua yang terlihat usang dengan tali yang mengait pada kancing kecil berwarna merah tua. Seribu pertanyaan pun menjalar di otakku, kenapa Bunda memberikan ini padaku? Apakah Bunda ingin aku membuang buku ini? Atau Bunda ingin aku menyimpannya? Tapi untuk apa?.
“Buku apa ini Bun?”.
“Itu diary Bunda, kamu simpan baik-baik ya”.
“Iya Bun”.
Aku hanya bisa mengiyakan kata-kata Bunda, karena aku bingung harus jawab apalagi.

Setelah selesai menyuapi Bunda aku pun izin untuk pergi keluar sebentar, saat ditanya Bunda aku hanya menjawab untuk mencari makanan, padahal aku mau nyari Bunga Mawar merah kesukaan Bunda. Ku pacu mobilku menuju toko bunga terdekat, akhirnya aku menemukan toko bunga tersebut. Toko dengan pamflet bertuliskan “FLOWER’S STORE” dengan cat berwarna ungu itu bertuliskan OPEN. Segera kubuka pintu toko itu dan dengan segera pula terciumlah bau Mawar yang semerbak.
“Selamat Pagi mbak, ada yang bisa saya bantu” kata penjaga toko tersebut dengan ramah.
“Pagi mbak. Saya lagi nyari satu bucket bunga mawar merah jumlahnya 43 ada gag mbak?”.
“Oh ada. Bungkusnya mau warna apa mbak?”.
“Warna putih ada mbak”.
“Oke tunggu sebentar ya mbak”.
20 menit telah berlalu. Dan pesanan bunga mawarku pun sudah jadi.
“Sekarang tinggal ngambil kue buat Bunda”.
Kebetulan di sebelah toko bunga itu ada sebuah toko roti khusus cake birthday.
“Pas banget”gumamku.
Kumasuki toko roti itu dan segera terlihatlah jejeran etalase kaca yang menampangkan kue berbagai bentuk. Aku pun menghampiri penjual roti tersebut.
“Mbak, ada gag cake birthday yang hiasannya bunga mawar?”.
“Oh ada mbak sebelah sini” kata penjaga toko sembari menuntunku ke sebuah etalase.
“Ini mbak kuenya, mau ditulis apa atasnya?”.
“Oh ya tulis kata-kata, Happy Birthday Bunda. Selainya warna biru muda aja”.

Aku pun pulang dengan hati yang gembira, semua keperluan pesta ulang tahun Bunda dah aku beli semua. Namun saat aku baru keluar dari toko roti itu telfonku pun berdering berulang kali, saat ku lihat ternyata Mbak Sumi lalu kuangkat telfon itu.
“Halo Mbak Sum, ini aku udah beli semua ke......” Mbak Sumi lalu menyela omonganku.
“Mbak, I....bu... mbak. Ibu meninggal.....” suara sendu itu terdengar dari sana.
“Apa???”.
Seketika itu juga aku tak dapat berfikir jernih, semua terasa kacau batinku bergejolak. Matahari dalam hidupku telah pergi dan tak bisa kembali.
  
Kubuka pintu warna putih itu, sama seperti saat aku pertama kali bertemu Bunda untuk pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir ini, hanya bedanya beberapa hari yang lalu Bunda masih bisa memeluk & tersenyum padaku, namun sekarang aku yang memeluk & tersenyum padanya. Matahariku telah terbujur kaku diatas peti, andai di menit-menit terakhir aku tak meninggalkannya mungkin sebelum ajal menjemput aku bisa berkata “I LOVE YOU BUNDA”.
“Bun..... bunda bangun, bunda jangan tinggalin aku. Buka mata bunda aku punya sesuatu deh buat bunda, nih ada kue sama bunga buat bunda. Masak bunda lupa hari ini kan hari ulang tahun bunda, tapi kok bunda malah tidur sih? Trus bunda ngapain tidur disini! Kan ada kasur bun. Bunda.......... bangun.......” teriakku histeris.
Semua terlambat, Bunda sudah pergi untuk selama-lamanya setelah aku pulang dari Ausie belum pernah sekalipun bibir ini berkata ‘I LOVE YOU BUNDA’, aku nyesel aku nyesel.

Jenazah bunda sudah dimakamkan, kesedihanku belum sirna hingga sekarang sampai pada suatu hari aku teringat pada buku harian bunda yang beberapa hari yang lalu diserahkan padaku. Aku pun memberanikan diri untuk memasuki kamar bunda, semenjak bunda meninggal kamar ini gag pernah aku sambangi karena saat aku mengitip saja aku sudah hampir pingsan. Rasa penasaranku mengalahkan ketakutanku, dengan beraninya au masuk ke dalam kamar bunda. Di dalam kamar ini dulu kita sering bercanda, saling mencintai, dan menyanyangi, satu kenangan kecil saat Bunda masih hidup setiap pagi sebelum bunda bangun aku selalu memetik bunga mawar merah yang ada di taman lalu menaruhnya di atas bantal bunda, dan setiap kali bunda bangun ia pasti mencium mawar itu. Tapi kegiatan itu takkan pernah lagi aku lakukan sekarang & selama-lamanya.
Ku buka laci tua berdebu itu dan terpampanglah sebuah buku berwarna merah tua bergambar bunga mawar, perlahan ku buka buku itu di awal halaman tertulislah rangkaian kata-kata indah khas tulisan bunda.
Bandung, 21 January 1990
       Hari ini buah hatiku melihat dunia, ia bagaikan sebuah alur sungai ditengah gersangnya dunia hidupku. Ia adalah seorang bayi mungil nan cantik bagai bintang di surga, maka aku dan suamiku menamainya MELODYANA BINTANG PUTRI PERMATA. Dengan nama itu aku berharap kelak ia akan menjadi melody yang bersinar laksana bintang di langit dan akan selalu menjadi putri yang berkilau laksana permata.
          Saat membaca lembar pertama aku sudah tak kuasa menahan tangisku, memori tentang bunda pun silir beganti di benakku. Butiran air mata membasahi pipiku, sekarang aku tahu arti nama yang di berikan oleh ke 2 orang tuaku.
          Kubuka lembar ke 2, ternyata dalam 1 buku harian ini hanya terisi 2 lembar. Aku mulai membaca lembar ke 2 dan dari situlah aku mengetahui apa sebab musabab bunda pergi meninggalkanku.
Bandung, 21 January 2013
       Hari ini adalah ulang tahun MELODY yang ke 23, dan sebentar lagi ia mendapat pencapaian yang besar ia sudah berhasil meraih cita-citanya yaitu dokter spesialis kanker. Aku bahagia sekali dapat melihat dya menjadi wanita yang sesungguhnya, namun di umur 42 tahun ini aku juga mendapat kejutan dari tuhan. Hasil pemeriksaan yang aku jalani kemarin menyatakan bahwa aku positif mengidap penyakit Kanker Darah atau Leukimia. Saat itu yang terbesit dalam benakku hanyalah MELODY anak semata wayangku dengan mas Ridwan, aku tak mungkin memberitahukan hal ini padanya. Aku takut ia akan menjadi terpuruk karena hal ini, oh tuhan tolong jaga anakku jauhkan dia dari semua yang ingin menjahatinya.
          Saat membaca lembar ke 2 aku menangis sejadi-jadinya tak kusangka ternyata bunda meninggal akibat penyakit LEUKIMIA yang dideritanya selama 1 tahun belakangan ini, aku merasa bersalah telah menyia-nyiakan kesempatan menyembuhkan bunda. Aku berdosa pada bunda kenapa bunda gag pernah cerita tentang ini, Ya tuhan aku ini anak macam apa. Aku sudah lulus di luar negeri dengan gelar dokter spesialis kanker tapi kenapa aku tak mampu menyembuhkan bunda. Kenapa...........

#CHAPTER 4 : MY DESTINY LOVE

1 TAHUN KEMUDIAN
          Hari ini 22 january tepat 1 tahun Bunda meninggal, namun aku harus tetap hidup dan harus tetap meraih mimpiku & mimpi Bunda yaitu mempunyai rumah sakit bernama “BUNDA MELODY”. Tak mudah memang meraih mimpi itu sampai pada suatu hari sesuatu merubah hidupku....
  
          “Halo, benar ini dengan bapak Sugandi. Iya pak ini saya Melody yang kemarin mengajukan proporsal mengenai perizinan pembangunan rumah sakit di daerah Bandung Selatan, apakah proposal tersebut sudah bisa disetujui?”.
          “Oh iya mbak, jadi gini proposal mbak ini sudah lengkap dan siap untuk diajukan ke pemerintah pusat mbak tunggu sekitar 3-5 hari ya nanti saya hubungi lagi”.
          “Oh baiklah pak, terimakasih saya tunggu kabarnya”.
          Aku bahagia sekali akhirnya cita-cita Bunda sebentar lagi terwujud, aku gag sabar untuk segera membangun rumah sakit itu.
          Di hari ke 3 aku mendapat berita bahwa pemerintah pusat mengabulkan permintaan pembangunan rumah sakit itu. Hari demi hari berlalu tak terasa pembangunan rumah sakitku sudah hampir rampung, aku bahagia sekali akhirnya cita-citaku & bunda terwujud.
          Handphoneku memutar lagu Bruno Mars – Just The Way You’re itu tandanya ada telfon masuk, saat ku lihat layar handphone aku sangat terkejut ternyata itu adalah Dio, berikut adalah percakapanku dengannya :
          “Halo Dio, how are you?”
          “Hai Melody, iam miss you so much. Iam fine, how about you?”
          I’am fine too.”
          “Ehmm.... Melody, i have suprise for you”.
          What is that?”.
          Are you really want to know?”.
          Of Course”.
          Okay, if you want to know please you come to city park on Jendral Sudirman street at 7 O’clock, okay?”.
          Oh okay”.
          All right, see you”.
          Aku masih tak mengerti apa maksud dari Dio, tapi kalau aku ingin tahu ya harus datang.
  
          Sampailah aku di sebuah taman kota di daerah jalan Jendral Sudirman, aku tak melihat siapapun disana hanya aku seorang, lantas apa maksud Dio mengajakku kesini?. Aku berkeliling sejenak melihat-lihat indahnya lampu hias yang bergantung antar pohon sembari mencari keberadaan Dio. Setelah sekitar 1 jam aku mencari Dio namun hasilnya nihil, akhirnya ku putuskan untuk pulang, saat aku akan beranjak pergi & memutar badanku tiba-tiba diantara tanah lapang terdapat sebuah layar besar yang bertuliskan “WILL YOU MARRY ME MELODY”, dan seketika itulah semua menjadi terang. Dari balik pepohonan samar-samar aku melihat Dio yang membawa se buket mawar merah serta kotak cincin berwarna merah tua, perlahan Dio berjalan menghampiriku dan berlutut di hadapanku seraya berkata
          Will you marry me, Melody?” ujarnya sembari membuka kotak cincin itu.
          Yes i will”.
          Seketika itu pula semua orang yang bersembunyi keluar termasuk Renai sahabatku selama di Ausie, mereka pun menyalakan kembang api yang membuat malam itu berkesan. Di tengah kebahagiaan itu samar-samar aku melihat bunda berdiri di samping pepohonan sembari tersenyum dan berkata
          “Tanyakan pada Dio, kalau ia memang mencintaimu bersediakah ia menjadi muallaf?”.
          Lalu bunda menghilang
          Sesuai pesan bunda aku menghampiri Dio dan menanyakan hal itu.
          “Dio, sebelum kita menikah aku ingin bertanya sesuatu padamu”.
          “Apa itu sayang?”.
          “Kau tahu kalau aku ini muslim dan jika kau ingin menikahiku kau juga harus mengikuti agamaku dengan cara menjadi muallaf”.
          Dio tidak menjawab ia hanya berjalan menuju panggung dan berkata di hadapan teman-temannya yang membuatku bahagia.
          “Teman-teman malam ini aku telah melamar Melody dan Melody menerimanya itu artinya aku harus menjadi seorang muallaf”.
          Sorak sorai teman-temanku menjadi tambah meriah dengan keputusan besar di hidup Dio, aku sangat bangga mempunyai calon suami seperti Dio.

22 TAHUN KEMUDIAN
          “Bunda, cardigan warna putih aku mana ya?”.
          “Bunda gag tahu sayang, udah kamu cari di lemari belom?”
          “Udah ketemu bun, yaudah aku ke kampus dulu da...da....”
          “Iya sayang bye...bye”.
          Tak terasa anakku sudah semakin besar sekarang umurnya sudah 22 tahun aku beri nama dia Nadara Shinta Bulan agar ia selalu menjadi Nada dari seorang wanita yang lembut, halus, dan berbudi pekerti yang luhur serta selalu menjadi penerang dalam gelap & kejamnya dunia.
          Honey, aku kerja dulu ya” kata Dio sembari mengecup bibirku.
          “Oke bye” jawabku dan membalas ciumannya.
          Di saat suami & anakku pergi keluar rumah sedangkan aku tidak ada pekerjaan di rumah sakit, aku selalu menghabiskan waktuku di kamar Bunda duduk dikasurnya sembari menatap jendela besar dikamarnya. Kali ini aku akan mengisi buku harian Bunda yang ia berikan padaku.
Bandung, 14 January 2036
       Bunda..... Melody sekarang sudah berumur 45 tahun dan Melody sekarang sudah punya satu orang putri bernama NADARA SHINTA BULAN. Ia sangat mirip dengan Bunda, gag terasa ya bun udah hampir 22 tahun bunda pergi maafin aku ya bun aku gag pernah bisa jadi anak yang baik untuk bunda. Bunda..... bunda berhasil mendidik aku menjadi wanita sesungguhnya sekarang giliran aku mendidik anakku dengan cara bunda dulu, I LOVE YOU BUNDA.
          Handphoneku berdering mendendangkan lagu Bruno Mars itu tandanya ada telfon masuk, saat ku lihat ternyata dari dokter jaga di rumah sakitku.
          “Halo bu, ini ada pasien kritis ibu cepat kesini ya”.
          “Oh ok mas makasih”.
          Aku tutup buku harian itu dan berjalan menuju pintu saat akan membuka pintu entah kekuatan apa yang membuatku menoleh ke belakang saat aku menoleh bunda duduk manis di atas tempat tidur dan berkata.
          “Hati-hati nak, lakukan yang terbaik untuk pasien itu” katanya sembari tersenyum.
          “Pasti Bunda” kataku sambil berlalu pergi meninggalkan tempat penuh kenangan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar